Kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang guru di Pondok Pesantren Darurrohman Cirebon menjadi luka mendalam bagi seorang santri berinisial RP (12). Korban mengalami trauma mendalam akibat kejadian itu.
Peristiwa memilukan ini diungkapkan oleh kerabat keluarga korban, Andi, dalam keterangannya kepada detikJabar pada Rabu (26/2/2025).
Baca juga: Bejat! Oknum Ustaz di Cirebon Cabuli Santri |
Menurut Andi, pelaku yang bernama Wildan Suwardi telah berulang kali melakukan tindakan bejatnya terhadap korban. Akibat peristiwa tersebut, RP mengalami gangguan psikologis yang menyebabkan trauma berat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anak ini sekarang nggak mau ketemu orang lain, mentalnya sudah kena. Dia juga nggak mau jauh dari orang tuanya. Karena tekanan ini, keluarga korban akhirnya memutuskan untuk pindah rumah sementara supaya tidak terus-menerus diganggu pihak pesantren yang meminta jalan damai," ujar Andi.
Kejadian ini pertama kali terungkap setelah orang tua korban mendapatkan informasi dari wali santri lainnya. Awalnya, isu tersebut beredar sebagai gosip di lingkungan pesantren hingga akhirnya keluarga korban mencari kebenaran.
"Orang tua korban tahu kejadian ini pun dari orang tua murid lain. Setelah mendapatkan informasi itu, mereka langsung datang ke pesantren untuk menjemput anaknya. Tapi saat itu, pihak pesantren sempat berusaha menahan korban agar tidak dibawa pulang," ungkapnya.
Lebih mengejutkan, setelah kejadian tersebut terungkap, pihak pesantren justru mendatangi keluarga korban dan berusaha menawarkan jalan damai. Namun, keluarga korban dengan tegas menolak dan melaporkan kejadian ini ke polisi pada November 2024.
Untuk memperkuat laporan, keluarga korban melakukan visum terhadap RP. Hasil visum tersebut kemudian menjadi bukti penting dalam laporan ke pihak berwajib.
"Visum sudah dilakukan dan hasilnya menjadi bukti dalam pelaporan. Ini bukan sekadar tuduhan, tapi ada bukti kuat yang mendukung kasus ini," kata Andi.
Tak hanya itu, kasus ini semakin menyeruak setelah ditemukan dua korban lainnya, seorang anak laki-laki dan perempuan, yang diduga mengalami kejadian serupa.
"Dari informasi yang saya dapatkan, dua korban lain juga mengalami pelecehan. Ketiganya disodomi, termasuk korban perempuan. Pelaku ini benar-benar sadis," ujarnya.
Pihak keluarga korban juga meminta pemerintah daerah untuk turun tangan, terutama dalam memberikan pendampingan psikologis bagi korban yang mengalami trauma berat.
Kasus ini tidak hanya menghancurkan mental korban, tetapi juga berdampak besar pada keluarganya. Sang ibu, yang tengah hamil, mengalami syok berat hingga harus mendapatkan perawatan medis.
"Ibunya stres berat, sampai harus dirawat karena syok. Dampak kasus ini bukan hanya ke anak, tapi ke seluruh keluarga," tambahnya.
Selain itu, pihak keluarga meminta Dinas Pendidikan untuk memberikan fleksibilitas administrasi agar korban bisa pindah sekolah tanpa harus mengulang tahun pengajaran dari awal.
"Kalau bisa ada kelonggaran supaya korban tetap bisa ikut ujian akhir dan melanjutkan ke tingkat SMP tanpa harus tertinggal pelajaran," harapnya.
Saat ini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk menindak tegas pelaku dan memastikan keadilan bagi para korban.
"Kami pihak keluarga meminta agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan peraturan yang ada. Karena sudah merusak mental dan masa depan korban," pungkasnya.
(dir/dir)